Di
masa kampanye ini, nyaris semua partai politik (parpol) kembali mengumbar janji
untuk memajukan sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Hal
ini setidaknya didasari oleh dua alasan utama. Pertama, sektor pertanian
memiliki peran yang sangat penting dan menentukan, baik dalam soal pangan
maupun ekonomi. Komitmen untuk memajukan sektor pertanian dan meningkatkan
kesejahteraan petani merupakan bukti bahwa parpol punya keberpihakan terhadap
rakyat kecil.
Kedua,
potensi dukungan politik yang bisa diraup dari mereka yang secara struktural
menggantungkan hidup pada sektor pertanian sangat besar. Hasil Sensus Pertanian
2013 mencatat, jumlah rumah tangga yang menggantungkan hidup pada kegiatan
usaha tani (rumah tangga tani) mencapai 26,13 juta rumah tangga.
Bisa
dibayangkan, bila pada setiap rumah tangga tani terdapat 3 orang yang memenuhi
syarat untuk menggunakan hak pilih, ada sekitar 79 juta potensi suara yang bisa
didulang oleh parpol. Angka ini sekitar 40 persen dari 186 juta potensi suara
yang diperebutkan di dalam pileg maupun pilpres.
Soal
peran penting sektor pertanian bagi perekonomian tak bisa disangkal lagi.
Terlalu banyak indikator statistik yang bisa disajikan untuk menguatkan
proposisi ini.
Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah angkatan kerja nasional pada tahun 2013
mencapai 118,2 juta orang. Dari jumlah ini, penyerapan tenaga kerja di sektor
pertanian sepanjang tahun 2013 berfluktuasi pada kisaran 40 juta orang.
Peran
penting sektor pertanian juga ditunjukkan oleh kontribusinya yang masih cukup
besar terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2013, kontribusi
sektor ini terhadap PDB nasional mencapai 14,43 persen, menempati posisi kedua
setelah industri manufaktur.
Sayangnya,
dewasa ini, beban sektor pertanian kian berat. Sektor ini tak hanya menanggung
surplus tenaga kerja, tapi juga kemiskinan. Secara faktual, kemiskinan masih
berpusat di sektor pertanian. Dari total penduduk miskin 28,55 juta orang pada September
2013, mayoritas ada di desa dan itu ada di sektor pertanian.
Karena
itu, jika pemerintah ingin meningkatkan bobot pertumbuhan ekonomi dan
mengentaskan kemiskinan, sektor pertanian adalah kuncinya. Pendapatan dan daya
beli pekerja di sektor pertanian harus ditingkatkan.
Bisa
dibayangkan, bila pendapatan pekerja di sektor pertanian naik rata-rata
Rp500.000 per orang, akan ada tambahan perputaran uang di masyarakat, khususnya
di daerah pedesaan, sebesar Rp20 triliun per bulan atau 240 triliun per tahun.
Tambahan perputaran uang sebanyak ini tentu akan menggerakkan perekonomian
nasional karena sektor pertanian memiliki keterkaitan (linkages) yang kuat dengan sektor lainnya.
Celakanya,
selama ini janji politik untuk memajukan sektor pertanian dan meningkatkan
kesejahteraan petani yang diumbar saat kampanye hanya sekedar janji untuk
meraih dukungan dan simpati politik. Realisasinya jauh panggang dari api.
Petani acapkali hanya menjadi komoditas politik. Setelah kursi kekuasaan berhasil
direngkuh, nasibnya dilupakan.
Tak
sulit untuk memberi konfirmasi mengenai hal ini. Apa yang terjadi sepanjang
satu dasawarsa terakhir sudah cukup memberi bukti. Kita tahu, rezim berkuasa
saat ini telah mengumbar seabrek
janji untuk memajukan sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Namun apa hasilnya? Bukankah petani tetap miskin, dan kinerja sektor pertanian
jauh dari mengesankan?
Janji
swasembada sejumlah komoditas pangan strategis, seperti beras, jagung, kedelai,
daging, dan gula tak terbukti. Impor pangan pun terus melambung. Statistik
menunjukkan, impor tujuh komoditas pangan utama (gula, kedelai, jagung, beras,
bawang merah, daging sapi, dan cabai) mengalami peningkatan rata-rata 58 persen
dalam 10 tahun terakhir.
Tak
ada yang salah bila parpol mengumbar janji untuk memajukan sektor pertanian dan
meningkatkan kesejahteraan petani. Tapi yang perlu dicamkan, rakyat butuh
bukti, bukan pepesan kosong! (*)
Komentar
Posting Komentar