Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2014

Menggenjot Kebahagiaan

Dimuat di Koran Tempo, 24 April 2014 Setiap orang tentu mendambakan kebahagiaan. Di Negeri Abang Sam, mengejar kebahagiaan (pursuit of happiness) bahkan dianggap sebagai hak asasi yang melekat pada diri setiap orang, seperti halnya hak untuk hidup (life) dan memperoleh kebebasan (liberty). Dalam konteks Indonesia, tentu menarik bila kita menyoal: apakah 249 juta penduduk negeri ini sudah hidup bahagia?  Definisi kebahagiaan sangatlah kualitatif, karena menyangkut perasaan atau kondisi emosional yang dirasakan oleh seseorang pada saat tertentu. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh kualitas hidup yang tengah dirasakan. Karena itu, pengukuran kebahagiaan bukanlah sesuatu yang mudah. Meskipun tak mudah, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengukur kebahagiaan. Upaya ini didasari oleh kesadaran bahwa kebahagiaan merupakan variabel sosial yang perlu dievaluasi progresnya.  Pada 2012, laporan bertajuk "World Happiness Report" dirilis untuk pertama kalinya oleh PBB. Laporan

Persoalan Beras untuk Rakyat Miskin

Dimuat di Koran Tempo, 16 April 2014 Beberapa waktu lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah mengevaluasi dan membenahi program Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin). Pasalnya, program ini dianggap tidak memenuhi unsur "enam T", yakni tepat sasaran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat harga, dan tepat administrasi, yang dijadikan sebagai indikator efektivitas program (Koran Tempo, 5 April 2014).  Sudah menjadi rahasia umum, di lapangan, selama ini penyaluran beras murah memang bermasalah. Beras bersubsidi ini acap kali menyasar golongan mampu dan tidak menjangkau rumah tangga yang pantas menerima. Penyalurannya pun telat, kurang layak untuk dikonsumsi, dan harus ditebus dengan harga yang lebih tinggi oleh rumah tangga berpendapatan rendah. Ditengarai, beras murah juga sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin meraup rente ekonomi, karena harganya yang lebih rendah dibanding harga pasar. Alih-alih dikonsumsi oleh rumah tangga miskin, beras

Survei Politik

Dimuat di Koran Tempo, 5 April 2014 Statistik kadang-kadang identik dengan kebohongan, yang dibungkus dengan cita rasa ilmiah, cita rasa kuantitatif. Dalam soal statistik, sungguh menarik bila kita mencermati dua hasil kerja statistik (baca: survei) terbaru mengenai tingkat keterpilihan (elektabilitas) sejumlah figur sebagai calon presiden (capres).  Dua hasil survei ini dirilis oleh lembaga survei yang berbeda pada Maret lalu, dalam rentang waktu yang hampir bersamaan. Anehnya, meski kedua survei dilakukan pada bulan yang sama, bahkan pada rentang waktu yang hampir bersamaan, hasilnya sungguh jauh berbeda.  Hasil survei pertama dirilis oleh Indonesia Network Election Survey (INES) pada 31 Maret. Survei dihelat pada 14-21 Maret lalu, dan hasilnya menunjukkan, lima figur dengan elektabilitas tertinggi adalah Prabowo Subianto (35,6 persen), Megawati Soekarnoputri (17,1 persen), Jokowi (16,2 persen), Wiranto (9,5 persen), dan Aburizal Bakrie  (7,5 persen). Selang beberapa hari sebelumny