Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2012

Pemilihan Gubernur dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Dimuat di harian Malut Post (13 April 2012) Pemilihan Gubernur Maluku Utara (Malut) yang bakal dihelat pada tahun 2013 nanti nampaknya kian terasa gaungnya. Figur-figur calon gubernur pun mulai bermunculan dengan varian latar belakang ( background ) yang berbeda: birokrat, politisi, hingga akademisi. Harapan untuk masa depan Malut yang lebih baik pun menyeruak. Sebagai salah satu provinsi yang terbilang muda–belum genap dua belas tahun–Malut membutuhkan lebih dari sekedar seorang gubernur untuk mengejar ketertinggalannya dari provinsi-provinsi lain di Indonesia . Malut membutuhkan seorang pemimpin yang tidak hanya memiliki visi yang besar untuk memajukan daerah, tetapi juga memiliki kemampuan untuk mewujudkan visi tersebut menjadi realita , melalui gebrakan-gebrakan yang tentu saja tidak biasa. Sedikit menggembirakan Jika menengok rekaman statistik yang ada, capaian pembangunan Malut selama ini, boleh dibilang, sedikit menggembirakan . Hal ini terindikasi melalui perkemb

‘Drama’ Kenaikan Harga BBM

Dimuat di Harian Malut Post (14 April 2012) Sidang Paripurna DPR terkait rencana kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu meny uguhkan ‘drama’ yang, kalau boleh dibilang, cukup seru. Di luar gedung DPR, ribuan massa yang datang dari berbagai elemen (sebagian besar mahasiswa) seolah tak henti-hentinya berorasi menyerukan penolakan terhadap rencana Pemerintah, yang katanya bakal menyengsarakan rakyat kecil itu . Bagi mereka, harga BBM yang tak boleh naik satu rupiah pun adalah sebuah harga mati. Apa yang terjadi di dalam gedung DPR tidak kalah serunya. Lobi-lobi politik berlangsung alot, dan meruncing pada dua opsi. Pertama, harga BBM tidak boleh dinaikkan. Kedua, memberi ruang kepada Pemerintah untuk menaikkan harga BBM jika harga rata-rata minyak mentah Indonesia ( Indonesian Crude Price /ICP) dalam kurun waktu berjalan (enam bulan) mengalami kenaikan lebih dari 15 persen dari harga rata-rata ICP yang diasumsikan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012. Opsi kedua ini termani

Impor Beras Indonesia Mencapai 7 Triliuan

Dimuat di harian Bali Post (8 September 2011) Hingga Juli, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor beras Indonesia pada tahun ini telah mencapai USD 829 juta atau sekitar Rp 7,04 triliun rupiah. Uang sebanyak ini digelontorkan pemerintah untuk mendatangkan sebanyak 1,57 juta ton beras dari Vietnam (892,9 ribu ton), Thailand (665,8 ribu ton), Cina (1.869 ton), India (1.146 ton), Pakistan (3,2 ribu ton), dan beberapa negara lain (3,2 ribu ton).  Orang tentu akan menyangka impor di atas dipicu oleh produksi atau suplai beras dalam negeri yang tidak mencukupi. Sangkaan yang sudah tentu keliru, karena kenyataannya impor beras dilakukan ketika data statistik menunjukkan bahwa Indonesia surplus beras. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi padi pada tahun 2011 mencapai 68,06 juta ton gabah kering giling (GKG)─Angka Ramalan II (ARAM II). Jika dikonversi ke beras, ini artinya, pada tahun ini, produksi beras nasional sebesar 38,2 juta ton. Dan jika memperhitungka

Sinyal Buruk dari Sektor Pertanian

Dimuat di Harian Waspada Medan (14 April 2012) Statistik (baca: data) Nilai Tukar Petani (NTP) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) dalam tiga bulan terakhir sedikit mengkhawatirkan. Pasalnya, sepanjang periode Januari 2012 –Maret 2012, BPS mencatat: nilai NTP nasional terus merosot. Ini merupakan ‘sinyak buruk’,  indikasi bahwa tingkat kesejahteraan petani dan nelayan negeri ini─yang sebagain besar hidup di bawah garis kemiskinan─secara umum terus merosot dalam tiga bulan terakhir. BPS mencatat, pada Januari 2012, nilai NTP nasional sebesar 105,73, mengalami penurunan sebesar 0,02 persen dibanding Desember 2011. Sementara itu, pada Februari 2012, nilai NTP nasional sebesar 105,10, atau mengalami penurunan sebesar 0,6 persen dibanding Januari 2012. Penurunan terus berlanjut hingga Maret lalu. BPS mencatat, nilai NTP nasional bulan lalu sebesar 104,68, atau mengalami penurunan sebesar 0,40 persen dibanding bulan sebelumnya. Jika ditelaah lebih jauh, penyumbang terbesar penur

Catatan Naiknya Harga BBM

dimuat di Harian Waspada Medan (27 Maret 2012) dan Malut Post (28 Maret 2012) Gelombang penolakan terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM pada 1 April nanti nampaknya kian kuat dan masif, terjadi di mana-mana, di hampir semua kalangan. Hasil survei yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) baru-baru lalu, misalnya, menunjukkan bahwa 80 persen responden menolak rencana pemerintah itu. Menariknya, penolakan juga berasal dari para pendukung partai penguasa. Di ranah politik, isu kainaikan harga BBM nampaknya tengah dipolitisasi. Ada kekhawatiran di kalangan partai penguasa bahwa penolakan terhadap rencana kenaikan harga BBM oleh sejumlah kalangan, utamanya pihak oposisi, yang berkembang saat ini telah mengarah pada kampanye hitam ( black campaign ) untuk menggoyang pemerintahan saat ini. Sejatinya, kebijakan menaikkan harga BBM sama sekali tidak populis. Sebisa mungkin, kebijakan seperti ini seharusnya dihindari, mengingat eksesnya yang sangat luas secara ekonom

Harga BBM dan Jumlah Si Miskin

Harga BBM dan Jumlah Si Miskin dimuat di Harian Kontan (8 Maret 2012) dan Harian Malut Post  SETELAH sempat mengalami tarik ulur, Pemerintah akhirnya dengan berat hati memutuskan untuk menaikkan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhitung mulai 1 April 2012 mendatang. Keputusan ini dibarengi optimisme: ekses inflasi yang ditimbulkan dapat dikelola dengan baik ( manageable ) serta kemampuan untuk menjaga dan melindungi daya beli mereka yang terkena dampak─penduduk miskin dan hampir miskin (kelompok menengah ke bawah). Sejak era Orde Baru hingga kini, catatan pengentasan kemiskinan di Indonesia sebetulnya cukup mengesankan, terekam oleh data statistik yang ada. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sepanjang periode 1976-2011, jumlah penduduk miskin di Indonesia secara umum terus menurun secara konsisten. BPS mencatat, pada tahun 1976, jumlah penduduk miskin mencapai 54,2 juta orang atau sekitar 40 persen dari total penduduk saat itu. Bandingkan dengan kondisi dewasa i