Dimuat di Koran Tempo, 08 September 2014
Setelah gagal “membujuk” Presiden SBY
untuk menaikkan harga bahan bakar minyak dalam pertemuan di Nusa Dua tempo
hari, Jokowi harus siap untuk tidak populer pada masa awal periode
pemerintahannya dengan menaikkan harga BBM.
Seperti diketahui, dampak yang tak bisa
dielakkan dari kebijakan menaikkan harga BBM adalah lonjakan inflasi, yang
biasanya bakal berujung peningkatan jumlah penduduk miskin. Karena itu,
penentuan besaran kenaikan harga BBM harus memperhatikan dampaknya terhadap
inflasi, begitu pula kompensasi yang bakal diterima masyarakat yang terkena
dampak.
Ihwal harga BBM, pemerintah Jokowi-JK
sebetulnya punya momentum untuk menaikkannya-dengan dampak inflasi yang tidak
signifikan-pada tahun ini. Dengan catatan, kenaikan tersebut tidak lebih dari
10 persen. Hasil penghitungan memperlihatkan, jika harga BBM naik sebesar Rp
1.000 per liter, dampak inflasi yang terjadi hanya 0,38 persen. Jadi, kenaikan
harga BBM sebesar Rp 2.000-3.000 per liter hanya akan menyumbang tambahan
inflasi sebesar 0,76-1,14 persen pada 2014. Dengan demikian, inflasi tahunan
masih di bawah 6 persen.
Namun patut diperhatikan, angka-angka
tersebut hanya menggambarkan dampak langsung kenaikan harga BBM terhadap
inflasi. Faktanya, dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi juga bekerja
secara tidak langsung melalui kenaikan tarif angkutan umum dan kenaikan
harga-harga komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Jika dampak tak langsung
ini tidak direspons dengan baik, tambahan inflasi yang terjadi bisa lebih
besar.
Bila harga BBM naik 10 persen pada
November tahun ini, akan ada penghematan sekitar Rp 10 triliun pada APBN-P
2014. Kenaikan ini juga bakal memberi ruang fiskal bagi pemerintah Jokowi-JK
pada 2015. Dengan demikian, sejumlah program unggulan yang telah dijanjikan
saat kampanye bisa langsung direalisasi pada tahun depan. Diketahui, kuota BBM
pada 2015 direncanakan sebesar 48 juta kiloliter. Itu artinya, jika harga BBM
dinaikkan sebesar Rp 2.000-3.000 per liter, bakal ada penghematan sebesar Rp
96-138 triliun pada APBN 2015.
Soal kompensasi kenaikan harga BBM,
pemerintah Jokowi-JK juga tak perlu risau. Pasalnya, selain ada penghematan
sebesar Rp10 triliun, dana cadangan risiko sosial yang sebesar Rp 5 triliun
dalam APBN-P 2014 juga dapat digunakan sebagai dana kompensasi.
Sekadar perbandingan, tahun lalu
pemerintah mengucurkan kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat
(BLSM) sebesar Rp 9,3 triliun kepada 15,5 juta rumah tangga yang terkena dampak
kenaikan harga BBM. Setiap rumah tangga menerima dana kompensasi sebesar Rp 150
ribu per bulan, yang diberikan selama empat bulan.
Sayangnya, BLSM ternyata kurang optimal
dalam menekan peningkatan angka kemiskinan setelah naiknya harga BBM pada Juni
2013. Hal ini tecermin dari lonjakan jumlah penduduk miskin sepanjang
Maret-September 2013 yang mencapai 0,48 juta orang.
Tampaknya, besaran BLSM yang hanya Rp 600
ribu tidak cukup untuk menjaga daya beli penduduk hampir miskin dari gempuran
inflasi. Selain itu, kebocoran (leakages) dalam penyaluran BLSM
ditengarai juga memberi andil. Karena itu, bila harga BBM dinaikkan pada tahun
ini, besaran kompensasi juga harus dinaikkan dan penyalurannya harus lebih
tepat sasaran.●
Komentar
Posting Komentar