Dimuat di Koran Tempo, 19 November 2014
Indonesia
memiliki catatan sejarah gemilang sebagai negara maritim di masa lampau.
Sayang, kebijakan pembangunan selama ini bias ke darat. Walhasil, laut yang
menurut Bung Karno sejatinya merupakan sumber kekuatan dan kemakmuran bagi
negeri ini malah terabaikan.
Kabar
baiknya, pemerintah Jokowi-JK punya agenda besar untuk mengembalikan kejayaan
Indonesia sebagai negara maritim. Hal itu termanivestasi melalui visi
menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Pada
Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara Asia Timur di Myanmar, Kamis pekan
lalu, Jokowi menyatakan salah satu pilar utama yang diagendakan-dalam
pembangunan lima tahun mendatang-untuk mengaktualisasi visi besar tersebut
adalah Indonesia akan menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus
membangun kedaulatan pangan melalui pengembangan industri perikanan. Hal itu
bakal diwujudkan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama (Tempo.co,
13 November).
Bila
terlaksana, hal tersebut bakal berdampak signifikan terhadap peningkatan
kesejahteraan nelayan. Hasil Sensus Pertanian 2013 (ST-2013) memperlihatkan,
secara nasional, jumlah rumah tangga yang menggantungkan hidup pada kegiatan
penangkapan ikan di laut (nelayan) mencapai 611 ribu rumah tangga. Jika
diasumsikan rata-rata setiap rumah tangga terdiri atas empat anggota, itu
artinya implementasi agenda besar Jokowi bakal berdampak langsung terhadap
kondisi ekonomi sekitar 2,4 juta penduduk.
Faktanya,
meski negeri ini diberkahi Tuhan dengan kekayaan laut (ikan) yang melimpah,
sebagian besar nelayan masih hidup dalam belenggu kemiskinan. Hasil Pendataan
Program Perlindungan Sosial pada 2011 menunjukkan, sekitar 451 ribu rumah
tangga dengan lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga di perikanan tangkap
merupakan bagian dari 16 juta (30 persen) rumah tangga dengan status
kesejahteraan berada pada strata paling bawah. Mudah diduga, sebagian besar
adalah rumah tangga nelayan yang menggantungkan hidup pada kegiatan penangkapan
ikan di laut.
Rendahnya
tingkat kesejahteraan nelayan negeri ini juga tecermin dari rata-rata
pendapatan yang diperoleh rumah tangga nelayan dari kegiatan penangkapan ikan.
Hasil Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian 2013 memperlihatkan bahwa
rata-rata pendapatan rumah tangga nelayan dari hasil melaut hanya Rp 28 juta
per tahun atau sekitar Rp 2,3 juta per bulan.
Itu artinya,
jumlah total pendapatan yang diperoleh seluruh rumah tangga nelayan di negeri
ini dari hasil menangkap ikan hanya sekitar Rp 17 triliun per tahun. Tentu
sebuah ironi. Bandingkan dengan kerugian negara akibat kegiatan pencurian ikan
(illegal fishing) yang ditaksir mencapai ratusan triliun rupiah per
tahun.
Jadi,
tak usah heran bila dalam dasawarsa terakhir banyak nelayan yang “pensiun”
untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik. Hasil ST-2013 memperlihatkan,
jumlah rumah tangga nelayan telah berkurang sekitar 287 ribu rumah tangga atau
sekitar 32 persen dalam sepuluh tahun terakhir.
Karena itu, agenda besar Jokowi untuk mengembangkan
industri perikanan nasional dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama
merupakan angin surga. Kita berharap hal itu dapat diwujudkan dan bukan hanya
sekadar visi besar tanpa aktualisasi. ●
Komentar
Posting Komentar