Langsung ke konten utama

Postingan

Persoalan Urbanisasi

Dimuat di Koran Tempo 15 Agustus 2013 Saat arus balik lebaran, urbanisasi kerap menjadi momok bagi Jakarta yang tak kuat lagi menampung tambahan penduduk ( overpopulated ). Jakarta, yang merupakan episentrum kemajuan pembangunan negeri ini selalu diserbu para pendatang baru yang kepincut gemerlap Ibukota.   Labor Institute Indonesia memperkirakan jumlah pencari kerja yang menyerbu Jakarta pasca lebaran tahun ini bakal mencapai 1 juta orang (Koran Tempo, 12 Agustus 2013). Celakanya, sebagian besar dari mereka adalah tenaga kerja tanpa keahlian ( unskilled workers ). Biasanya, para pendatang baru ini datang ke Jakarta karena ajakan atau pengaruh cerita “sukses” yang dikisahkan oleh kawan/kerabat saat mudik—yang terlebih dulu mengadu nasib di ibukota. Dalam literatur kependudukan, fenomena seperti  ini disebut migrasi berantai ( chain migration ). Sayangnya, selama ini sebagian besar pelaku urbanisasi (migrasi berantai) yang menyerbu Jakarta saat arus balik lebaran, sejati...

Karut-Marut Data Penerima Bantuan Langsung

Dimuat di Koran Tempo, 11 Juli 2013 Pentingnya akurasi data dalam eksekusi suatu kebijakan adalah proposisi yang tak terbantahkan. Terlalu banyak contoh untuk menunjukkan betapa mahalnya ongkos sosial, politik, dan ekonomi jika suatu kebijakan yang menyangkut kepentingan publik secara luas didasarkan pada data yang tidak akurat. Di Negeri Abang Sam, misalnya, pada 1995, Senat membentuk sebuah komisi yang dipimpin oleh Michael Boskin, ekonom dari Universitas Standford, untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya bias pada pencatatan inflasi yang dilakukan oleh Biro Statistik Amerika Serikat. Komisi yang kemudian lebih dikenal dengan nama Komisi Boskin itu menemukan bahwa angka inflasi AS lebih besar 1,1 persen pada 1996 dan 1,3 persen pada periode sebelum 1996. Kekeliruan pencatatan inflasi ini menyumbang peningkatan defisit anggaran sebesar US$ 148 miliar dan juga utang pemerintah sebesar US$ 691 miliar (Toward a More Accurate Measure of The Cost Living, 1996). Di negeri ini, mahal...

Pemanfaatan Hasil Sensus Pertanian

Dimuat di Harian Kompas, 5 Juli 2013 Nyaris semua statistik yang mengukur kemajuan pembangunan negeri ini telah mengonfirmasikan bahwa gemuruh pembangunan yang dilakukan pemerintah telah menuai hasil: perbaikan ekonomi yang terus terjadi. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 5,9 persen pada tahun 2013. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita juga terus meningkat. Pada 2012, sebagai contoh, pendapatan per kapita telah mencapai 3.563 dollar AS (BPS, 2012). Di tengah berbagai kemajuan pembangunan yang telah dicapai, kemiskinan ( poverty ), kerentanan ( vulnerability ), dan ketimpangan ( inequality ) masih menjadi tantangan berat yang harus dibereskan negeri ini. Kenyataan menunjukkan, kesenjangan ekonomi justru semakin lebar sehingga meski terjadi peningkatan pendapatan, peningkatan itu lebih banyak berputar pada kelas menengah ke atas. Kelompok miskin Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi memang telah mendongkrak proporsi kelas menengah dan ...

Jalan Terjal Surplus 10 Juta Ton Beras

Dimuat di Koran Tempo (3 Juli 2013) Statistik produksi padi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal bulan ini (1 Juli) sedikit merisaukan. Pasalnya, produksi padi secara nasional tahun ini diperkirakan hanya 69,27 juta ton gabah kering giling (GKG) atau naik tipis 0,21 juta ton (0,31 persen) dibanding pada tahun lalu. Adapun ihwal pencapaian target surplus beras 10 juta ton pada 2014, perkiraan produksi yang dirilis BPS tersebut tentu merupakan peringatan serius: target ambisius ini terancam urung tercapai atau setidaknya bakal meniti jalan terjal. Betapa tidak, sesuai dengan skenario pemerintah, surplus beras 10 juta ton bakal tercapai jika produksi padi-dalam kualitas GKG-tahun ini mencapai 72,06 juta ton dan meningkat menjadi 76,57 juta ton atau setara dengan 43,05 juta ton beras tahun depan (Kementan, 2013). Sayangnya, produksi padi tahun ini diperkirakan 2,79 juta ton lebih rendah daripada sasaran yang telah ditetapkan pemerintah. Konsekuensinya, sepanjang tahun ...

Harga BBM dan Jumlah Si Miskin

Dimuat di Koran Tempo, 14 Juni 2013 Pengalaman pada 2005 menunjukkan, keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak akan berujung pada lonjakan jumlah penduduk miskin. Sebagai respons terhadap kenaikan harga minyak dunia, pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM, yang dilakukan dua kali, yakni pada 1 Maret dan 1 Oktober. Keputusan ini memacu inflasi tahunan hingga menembus angka 17,11 persen pada 2005. Harga sejumlah bahan kebutuhan pokok, terutama beras, melambung sehingga menyebabkan daya beli masyarakat--yang menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan makanan--jatuh. Tingkat kesejahteraan mereka pun terkoreksi cukup dalam. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, keputusan menaikkan harga BBM pada 2005 telah menyebabkan 4,2 juta orang terjerembap ke jurang kemiskinan sepanjang Februari 2005 hingga Maret 2006. Mereka yang jatuh miskin adalah penduduk hampir miskin ( near poor ) dengan tingkat kesejahteraan yang tidak jauh berbeda dengan penduduk miskin. Lonjaka...

Sensus Pertanian

Dimuat di Koran Tempo, 11 Mei 2013 Hingga kini Indonesia masih layak disebut sebagai “negara agraris”. Statistik mencatat, meskipun transformasi struktur ekonomi kian mengantarkan negeri ini menuju negara yang perekonomiannya lebih ditopang oleh sektor industri dan jasa, sektor pertanian dalam arti luas--yang mencakup subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan--masih merupakan leading sector dalam perekonomian. Sektor ini juga masih menjadi tumpuan hidup bagi sebagian besar angkatan kerja. Pada awal dekade 1970, hampir separuh output perekonomian nasional tercipta di sektor pertanian. Pangsanya mencapai 45 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada saat yang sama, sekitar 67 persen angkatan kerja kita juga menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kini, setelah empat dekade berlalu, struktur perekonomian nasional telah jauh berubah. Sektor pertanian tak lagi dominan. Pada 2011, misalnya, pangsanya tinggal 14,7 persen ...

Pemilihan Gubernur dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Dimuat di harian Malut Post (13 April 2012) Pemilihan Gubernur Maluku Utara (Malut) yang bakal dihelat pada tahun 2013 nanti nampaknya kian terasa gaungnya. Figur-figur calon gubernur pun mulai bermunculan dengan varian latar belakang ( background ) yang berbeda: birokrat, politisi, hingga akademisi. Harapan untuk masa depan Malut yang lebih baik pun menyeruak. Sebagai salah satu provinsi yang terbilang muda–belum genap dua belas tahun–Malut membutuhkan lebih dari sekedar seorang gubernur untuk mengejar ketertinggalannya dari provinsi-provinsi lain di Indonesia . Malut membutuhkan seorang pemimpin yang tidak hanya memiliki visi yang besar untuk memajukan daerah, tetapi juga memiliki kemampuan untuk mewujudkan visi tersebut menjadi realita , melalui gebrakan-gebrakan yang tentu saja tidak biasa. Sedikit menggembirakan Jika menengok rekaman statistik yang ada, capaian pembangunan Malut selama ini, boleh dibilang, sedikit menggembirakan . Hal ini terindikasi melalui perkemb...